KBRN, Surakarta: Penggunaan cincin bermula sejak sekitar 4000–6000 SM di Mesir Kuno, ketika cincin terbuat dari alang-alang atau papirus dan dipercaya melambangkan keabadian karena bentuk lingkarannya tanpa awal dan akhir. Cincin dipakai di jari manis tangan kiri karena dipercaya ada vena amoris atau pembuluh darah langsung ke jantung.
Kemudian tradisi ini menyebar ke Yunani dan Etruskan, satu contoh pra-Yunani Mycenaean berasal dari 1100 SM. Dikutp dari tokocincin.id di Romawi (700 SM – 200 M), cincin awalnya berbahan besi sebagai simbol kehormatan atau kepemilikan atau kontrak bisnis atau hubungan suami-istri. Logam mulia seperti emas kemudian digunakan oleh kalangan elite, cincin bertambah makna ketika diadopsi dalam upacara pernikahan Kristen pada abad ke‑13 sebagai simbol ikatan sakral.
Cincin juga menjadi simbol keabadian dan status sosial seperti dikutip dari passionjewelry.co.id lingkaran cincin sama dengan simbol cinta abadi dan kesetiaan tak berkesudahan. Kemudian penggunaan emas menunjukkan status sosial dan kemewahan sejak Mesir hingga abad pertengahan, berbagai budaya menafsirkan jari berbeda: sebagian memilih tangan kanan untuk simbolis atau religius.
Makna modern dan pemakaian jari: Jari manis kiri paling umum untuk cincin pertunangan/pernikahan, karena masa lalu Mesir-Romawi dan kepercayaan vena amoris. Jari lainnya dapat menjadi pilihan berdasarkan estetika atau budaya: seperti ibu jari, jari tengah, jempol yang dipakai sebagai simbol kekayaan atau mode.
Berikut merupakan jenis‑jenis cincin dan maknanya menurut sumber tokocincin‑Azka jewelry: Berlian tunggal yang melambangkan keabadian, kesederhanaan, dan bahwa pasangan adalah “yang satu-satunya”. Batu utama dikelilingi batu kecil, merupakan simbol dari kemewahan dan proteksi, tiga batu mewakili masa lalu, sekarang, dan akan datang jadi simbol keseimbangan dalam perjalanan cinta. Eternity atau deretan batu melingkar penuh merupakan lambang cinta dan kesetiaan tak berujung. Klasik tanpa batu, polos; menunjukkan ketulusan dan keabadian.
Fakta menariknya cincin memiliki bentuk lingkar penuh yang filosofi utamanya adalah keabadian dan tanpa akhir, di Perang Dunia II, cincin membantu efek sentimental bagi para tentara agar selalu teringat keluarganya. Di beberapa budaya barat, belum menikah berarti tidak memakai cincin sama sekali yang menghormati nilai sakralnya, cincin bukan hanya perhiasan, tetapi cerminan budaya, pribadi, dan kisah hidup yang terus berputar tanpa ujung.
(Nining W_LPU)
Sumber:
1. tokocincin.id
2. passionjewelry.co.id