KBRN, Madiun: Tidak ada rumus pasti dalam menciptakan lagu yang viral. Demikian disampaikan Lorensa Brian, musisi asal Magetan, dalam obrolan bersama MLC Berjaringan PRO 2 se-Jawa Timur baru-baru ini.
Menurut Brian, sapaan akrabnya, selera pendengar menjadi faktor utama yang menentukan apakah sebuah lagu akan diterima luas oleh publik atau tidak.
“Gak ada rumusnya lagu-lagu yang viral itu. Mereka pun kalau ditanya juga gak bisa jawab. Selain faktor materi, ya faktor keberuntungan itu tadi,” ujar Brian yang telah merilis sejumlah lagu di berbagai platform musik digital.
Brian menilai bahwa selera musik sangat dipengaruhi oleh zaman dan situasi. Perubahan tren yang cepat membuat tantangan bagi para musisi semakin besar, terutama di era digital di mana jumlah rilisan lagu sangat banyak dalam waktu singkat.
“Tiap zaman punya tantangannya sendiri-sendiri. Sekarang memang lebih mudah rilis lagu, tapi di luar sana, saking banyaknya musisi yang merilis, persaingan jadi makin ketat. Selain kekuatan materi lagu, ya faktor ‘luck’ itu penting. Apalagi kalau gak punya label, ya harus rajin promosi sendiri,” jelasnya.
Meski begitu, Brian tetap percaya bahwa kekhasan selera dan musikalitas masing-masing musisi tetap memiliki tempat tersendiri di hati pendengar. Dari segi lirik misalnya, beberapa musisi memiliki daya pikat lewat lirik yang puitis.
Namun, tidak jarang musisi lain mampu menyentuh hati pendengarnya dengan pilikan kata yang mudah dipahami. Menurutnya, tujuannya sama dalam menyampaikan makna walaupun pilihan caranya berbeda.
“Memang ada yang menyampaikan makna dengan cara ‘lurus’, ada juga yang ‘melengkung’. Tapi intinya sama-sama ingin menyampaikan rasa. Sekarang banyak juga lagu-lagu yang pakai bahasa santai, kayak Bernadya. Itu beda dengan yang puitis banget kayak lagunya Padi,” tuturnya.
Menurut Brian, perubahan gaya lirik maupun genre musik yang makin beragam sejak 2015 adalah refleksi dari selera pasar yang makin luas. Ia menyebut nama-nama seperti Is Pusakata dan Fourtwnty yang tetap mempertahankan gaya lirik puitis, tapi tetap bisa diterima dengan baik oleh publik.
“Ada juga yang pakai bahasa sehari-hari. Gak ada benar salah. Itu selera. Kesukaan musisinya gimana. Kan balik lagi, selera pendengar juga gimana," tegasnya.