Survey Pelayanan
Informasi Publik

Search

Detail Informasi

Berkala
RRI Surakarta - Memahami Arti dari Toxic Masculinity

PPID:

PPID Surakarta

Kode:

PPID-RRI/81/040725-1317447-2

Deskripsi

KBRN, Surakarta: Toxic masculinity atau maskulinitas toksik bukanlah tuduhan terhadap laki-laki, melainkan kritik terhadap norma-norma sosial yang membentuk perilaku laki-laki secara sempit. Konsep ini merujuk pada ekspektasi budaya yang menekankan bahwa pria harus selalu tangguh, tidak emosional, dan dominan, ketika norma ini diinternalisasi secara ekstrem dapat membatasi ekspresi emosi sehat dan bahkan mendorong perilaku agresif. 

Toxic masculinity meliputi elemen seperti penolakan terhadap kelembutan, kontrol berlebihan, dan kekerasan sebagai bentuk pembuktian diri. Fenomena ini tidak hanya berdampak buruk bagi pria itu sendiri, tetapi juga bagi lingkungan sekitarnya. 

Pria yang merasa tidak boleh menunjukkan kerentanan cenderung mengalami tekanan emosional, yang bila dibiarkan, dapat berkembang menjadi gangguan psikologis seperti depresi atau kecemasan. Kepatuhan tinggi terhadap norma maskulinitas tradisional berkaitan dengan perilaku tidak sehat, seperti penyalahgunaan zat dan enggan mencari bantuan profesional.

Lebih jauh lagi, toxic masculinity turut memperkuat struktur sosial yang tidak setara. Dalam relasi sosial, nilai dominasi yang dilekatkan pada maskulinitas sering kali mengarah pada pelecehan, kekerasan domestik, atau pengabaian terhadap hak perempuan dan kelompok minoritas. 

Dilansir dari situs resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahkan mengakui bahwa norma gender kaku seperti ini dapat menjadi faktor risiko dalam kekerasan berbasis gender. Maka dari itu, penting untuk mengedukasi masyarakat bahwa menjadi pria tidak harus identik dengan kekerasan, ketegasan mutlak, atau ketidaktergantungan.

Mengatasi toxic masculinity bukan berarti melemahkan peran laki-laki, melainkan memperluas spektrum bagaimana pria dapat mengekspresikan dirinya secara sehat dan manusiawi. Pendidikan gender, media yang inklusif, dan ruang aman untuk ekspresi emosional dapat menjadi jalan keluar, upaya ini perlu melibatkan semua pihak mulai dari keluarga, institusi pendidikan, hingga kebijakan publik agar pria masa depan tumbuh tanpa tekanan menjadi 'maskulin' secara sempit. Transformasi maskulinitas adalah bagian penting dari perubahan sosial yang lebih adil. (LPU_Aldi)

  • Dilihat: 2 kali

  • Didownload: 1 kali

Akses Informasi Dengan Aplikasi PPID.