KBRN, Jakarta : Ian Saybani telah menjadikan suara sebagai pusat dari berbagai profesinya sejak usia yang sangat muda. Memulai perjalanan karier sebagai dubber di usia lima tahun, Ian terus berkembang menjadi voice over talent untuk iklan, penyiar, hingga penyanyi. Perjalanan ini menggambarkan dedikasi Ian terhadap dunia suara, sekaligus kemampuannya untuk beradaptasi dan mengeksplorasi berbagai aspek industri ini.

Dalam interviewnya dengan Lia Kusumawardani di Acara "Jazz dan Cerita Kita", Ian mengatakan bertahan dan berkembang di industri suara tidaklah mudah. "Kita perlu aktif mencari komunitas yang positif dan saling mendukung," ungkapnya. Selain itu, ia menekankan pentingnya terus belajar dan meningkatkan kemampuan agar tetap relevan di tengah perkembangan zaman.

Ketika ditanya tentang kehadiran kecerdasan buatan (AI) dan pengaruhnya terhadap profesi seperti voice over talent, Ian memberikan pandangan yang bijaksana. "Kita nggak bisa menghindari kehadirannya, tapi kita bisa mencari hal-hal apa yang tidak bisa dipenuhi AI," katanya. Salah satu kekuatan manusia yang ia tekankan adalah kemampuan untuk memunculkan rasa dan emosi, yang hingga kini belum bisa ditiru oleh teknologi.

Di antara semua profesi berbasis suara yang ia jalani, menjadi penyanyi memiliki tempat istimewa di hati Ian. "Kalau di pekerjaan suara lainnya tergantung order client, saat jadi penyanyi saya menjadi diri sendiri," jelasnya. Bagi Ian, menyanyi bukan sekadar profesi, tetapi juga cara untuk berbagi rasa, menyalurkan hobi, dan bahkan sebagai bentuk terapi untuk mencurahkan perasaannya.

Melalui berbagai perannya, Ian Saybani menunjukkan bahwa suara bukan hanya alat, melainkan medium untuk menyampaikan emosi, cerita, dan identitas. Pendekatannya yang adaptif dan autentik menjadikannya inspirasi bagi mereka yang ingin menapaki karier di dunia suara.