Survey Pelayanan
Informasi Publik

Search

Detail Informasi

Berkala
RRI SURAKARTA - Pentingnya Wangsalan Sindhenan Sebagai Penyampai Nilai Nilai Kehidupan

PPID:

PPID Surakarta

Kode:

PPID-RRI/81/080724-804873-2

Deskripsi

Pentingnya Wangsalan Sindhenan Sebagai Penyampai Nilai Nilai Kehidupan

KBRN, Surakarta: Dialog Jagongan Pro 4 RRI Surakarta kembali mengangkat tema seni budaya secara mendalam tentang elemen Karawitan yang disebut Sindhenan, Rabu, 3 Juli 2024, dengan menghadirkan narasumber: Risky Handayani S.Sn, M.Sn dengan judul, Salah Namun Kaprah pada Cakepan Wangsalan Sindhenan. Sindhèn berarti swarawati, sedangkan sindhènan adalah bentuk vokal yang dibawakan oleh swarawati. 

 

Karawitan Jawa terus mengalami perkembangan dari masa ke masa, khususnya dalam hal vokal yang terdiri dari dua jenis utama, yaitu Lagu dan Cakepan. Salah satu elemen penting dalam sindhenan adalah Wangsalan, yaitu kalimat yang mengandung teka-teki dan jawaban, yang sering kali disertai dengan nilai moral serta ajaran hidup. Namun, ada fenomena yang cukup mengkhawatirkan di masyarakat sindhen, yaitu kesalahan dalam interpretasi wangsalan yang dianggap sebagai hal biasa atau kaprah.

 

Risky Handayani, yang memiliki latar belakang pendidikan di bidang seni dan karawitan, menyoroti bahwa banyak sindhen menggunakan cakepan wangsalan yang salah karena faktor budaya lisan dan metode pengajaran yang tidak jelas. Menurutnya, banyak sindhen belajar melalui metode oral atau mendengar tanpa memahami makna sebenarnya, yang menyebabkan kesalahan ini berlanjut secara turun-temurun. 

 

Sebagai contoh, dalam sindhenan srambahan ala Surakarta, sering kali terdapat wangsalan yang tidak sinkron antara teka-teki dan jawaban atau maknanya. Kesalahan ini terjadi karena sindhen belajar dari sindhen lain yang juga mungkin salah dalam menyampaikan wangsalan, sehingga terjadi kesalahan yang kaprah atau dianggap benar karena sering dilakukan.

 

Rizky menjelaskan bahwa dirinya mulai belajar sindhen sejak kelas 2 SD, dan mulai mendalami wangsalan saat belajar di ISI. 

"Sindhen harus memahami teks yang dinyanyikan, bukan hanya fokus pada melodi dan cengkok, karena teks juga memiliki peran penting dalam menyampaikan pesan dan makna kepada pendengar," ungkapnya.

Faktor lain yang menyebabkan kesalahan dalam cakepan wangsalan adalah metode pengajaran yang cenderung otodidak dan kurangnya sumber yang jelas. Misalnya, banyak sindhen yang hanya meniru sindhen lain tanpa mengetahui teks aslinya, sehingga kesalahan ini terus berulang. 

 

Lebih lanjut Risky juga mencatat bahwa sindhen seringkali tidak mempermasalahkan kesalahan ini karena lebih fokus pada kualitas suara dan melodi. Selain itu, ada sindhen yang mengakui bahwa mereka merasa lebih nyaman dengan teks yang salah karena sudah terbiasa, meskipun mengetahui teks yang benar.

 

"Perbedaan antara sindhen dan penyanyi campursari juga dijelaskan oleh Risky, bahwa penyanyi campursari tidak menyinden tetapi menyanyikan lagu, sedangkan sindhen lebih menekankan pada penyajian vokal melodi dan cengkok didalam sebuah karawitan Ageng. Sindhèn sekaligus juga menguasai bentuk2 repertoar lagu/tembang, yang bukan sindhènan, sebagaimana yang dilakukan oleh penyanyi Campursari", jelas Risky. 

 

Menutup penjelasannya kepada Pro 4 RRI Surakarta, Risky menegaskan bahwa penting bagi sindhen untuk memahami teks yang dinyanyikan, agar kesalahan dalam wangsalan tidak terus berulang. Budaya lisan dalam proses pembelajaran sindhen perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas sindhenan di masa depan. Sinden harus menyadari peran mereka tidak hanya sebagai penyanyi, tetapi juga sebagai penyampai makna melalui teks yang dibawakan. 

(Ika, Ali Marsudi) 

  • Dilihat: 114 kali

  • Didownload: 19 kali

Akses Informasi Dengan Aplikasi PPID.