KBRN, Bintuni : Penderita penyakit menular Tuberkulosis (TBC) di Kabupaten Teluk Bintuni sepanjang Tahun 2023 mencapai 415 pasien. Mereka adalah pasien yang sudah didiagnosis dan memulai pengobatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Teluk Bintuni.
Dokter Wiendo Syahputra Yahya, selaku anggota perhimpunan dokter Paru Indonesia cabang Papua Sabtu (23/3/2024) menuturkan, ada sebanyak 142 pasien TB yang sudah berhasil menyelesaikan pengobatan dan sembuh, namun masih ada 152 pasien yang sedang dalam tahap pengobatan.
"Yang gagal pengobatan ada 3 pasien, meninggal dunia 31 pasien, dan sisanya masih dievaluasi hingga akhir tahun 2023, mereka masih melanjutkan pengobatan hingga sekarang" ujar Wiendo
Sebagai dokter spesialis paru di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Teluk Bintuni, Wiendo juga menuturkan, angka putus pengobatan penderita TBC di Bintuni masih tinggi yakni ada 87 pasien, mereka sebagian besar memilih tidak kembali untuk mengambil obat, karena sudah merasa sembuh.
Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi penentu mereka tidak kembali ke rumah sakit untuk mengambil obat, Harga transportasi yang mahal dari distrik menuju kota dinilai membebani pasien.
"Biaya transport cukup membebani pasien kalau harus datang ke rumah sakit setiap bulan untuk berobat" ujar Wiendo. Penderita TBC lanjut dia, memang harus melakukan pengobatan terus menerus selama 6 bulan hingga sembuh.
Penderita TBC di Teluk Bintuni Paling banyak berada di wilayah pegunungan dan daerah pesisir, bahkan di Distrik Bintuni sendiri ditemukan banyak warga terinfeksi bakteri TBC.
Pemerintah daerah Teluk Bintuni sudah memprogramkan sejumlah kegiatan untuk menangani TBC. Staf Bidang Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit (P2P), pada Dinas Kesehatan Teluk Bintuni dr. Bona Manik Senin (25/3/2024) menuturkan, sejumlah upaya yang telah dilakukan untuk mengeliminasi TB diantaranya melakukan penemuan kasus aktif.
"Masing-masing puskesmas punya program sendiri untuk turun ke masyarakat, langsung pada saat pusling atau kunjungan ke kampung-kampung yang mempunyai pasien riwayat kontak" ujar Bona.
Puskesmas maupun Rumah Sakit juga melakukan penemuan kasus pasif. Seperti menemukan kasus TBC di poliklinik yang langsung diarahkan ke petugas, untuk dilakukan Tes Cepat Molekuler (TCM).
"Di Bintuni ada 2 tes TCM untuk pemeriksaan awal proses diagnosis TB, ini lebih cepat dan efisien, tapi hanya ada di Puskesmas Bintuni dan RSUD," kata Bona lagi.
Sementara itu untuk puskesmas lainya hanya mampu melakukan pemeriksaan secara mikroskopis, namun untuk pengobatan TB sudah bisa dilakukan di semua puskesmas. Kedepan pihak dinas juga akan melakukan pembenahan petugas P2P untuk diinvertarisir ulang guna meningkatkan kinerja di lapangan.
Kasus Tuberkulosis merupakan salah satu program strategis nasional yang di galakan pemerintah pusat, sehingga kasus ini lebih diperhatikan. Ditargetkan Kementrian Kesehatan di tahun 2024, 90 persen kasus TB Di Indonesia sudah dapat ditemukan.