Survey Pelayanan
Informasi Publik

Search

Detail Informasi

Berkala
RRI Bandar Lampung. KBRN Lampung Timur : FGD Kondisi Iklim Lamtim, Pokja API Kolaborasi dengan Akademisi Unila-BMKG

PPID:

PPID Bandar Lampung

Kode:

PPID-RRI/27/140423-403614-2

Deskripsi

RRI BANDAR LAMPUNG

FGD Kondisi Iklim Lamtim, Pokja API Kolaborasi dengan Akademisi Unila-BMKG

  • Oleh: Fathia Zata Dini - Editor: Idrus - 14 Apr 2023 
  •  Bandar Lampung

FGD Kondisi Iklim Lamtim, Pokja API Kolaborasi dengan Akademisi Unila-BMKG

KBRN, Lampung Timur: Perubahan iklim telah mempengaruhi berbagai sektor kehidupan, salah satunya adalah sektor pertanian yang lebih lanjut berpotensi mempengaruhi ketahanan pangan daerah. Kabupaten Lampung Timur sebagai salah satu lumbung pangan, merupakan salah satu lokasi super prioritas sektor pertanian berdasarkan dokumen KPBI Bappenas (2021). 

Salah satu dampak perubahan iklim adalah perubahan pola musim dan cuaca ekstrem seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang mempengaruhi sektor pertanian, kesehatan manusia, dan peningkatan risiko bencana. Berdasarkan analisa data BPS tahun 2003-2022, kecenderungan tren curah hujan di Kabupaten Lampung Timur mengalami peningkatan dengan rata-rata curah hujan pada tahun 2003 sebesar 152,12 mm dan pada tahun 2021 mencapai 201,75 mm. Menurut data SIDIK KLHK, terdapat sembilan desa yang masuk kategori sangat rentan dampak perubahan iklim di Kabupaten Lampung Timur. 

Informasi tersebut disampaikan oleh Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Lampung Timur, Maidasuri dalam kegiatan FGD Kondisi Iklim saat ini dan Proyeksi masa depan yang dihadiri oleh tim Program VICRA (Voice for Inclusiveness Climate Resilience) Yayasan Konservasi Way Seputih, Pokja Adaptasi Perubahan Iklim (API) Lampung Timur, Akademisi Klimatologi Universitas Lampung, BMKG Lampung di Sukadana, (13/4).

Isyanto selaku Program Koordinator VICRA mengatakan bahwa pertemuan tersebut merupakan kesempatan kolaborasi antara pemerintah daerah, pemerintah pusat, dan akademisi untuk mewujudkan kebijakan pembangunan yang responsif terhadap dampak perubahan iklim khususnya pada sektor ketahanan pangan.

Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Pesawaran, Indra Purna, mengatakan bahwa sebagai penyedia informasi terkait iklim, pihaknya sangat terbuka dengan kolaborasi dengan Pokja API Lampung Timur.  

“Mengingat Lampung sebagai lokasi rentan dampak perubahan iklim, kami juga melakukan literasi perubahan iklim. Kalau tahun lalu, kami masih salurkan ke Bandar Lampung. Sekarang, dengan adanya informasi ini (Pokja API), nanti kita bisa arahkan ke sini,” ujarnya.

Selain itu, Dr Tumiar Katarina Manik atau biasa disapa Rita juga mengatakan bahwa kolaborasi menjadi kunci pembangunan saat ini. Sebagai akademisi, Rita mengaku membutuhkan mitra kerja yang langsung berhubungan dengan masyarakat. 

“Akademisi memiliki kendala kemitraan di lapangan makanya kami harus berkolaborasi. Terkait iklim, sektor spesifik ini yang perlu dipikirkan karena kalau pertanian kan masih terlalu luas. Misalnya berdasarkan potensi terbesar dini apa, misalnya padi. Kajian ilmiah dampak perubahan iklim pada komoditas pertanian tertentu di seluruh dunia ini masih sangat jarang,” katanya.

Rita juga menambahkan bahwa dari video yang ditayangkan Pokja API mengenai kerentanan dan risiko dampak perubahan iklim, perlu mengkaji bagaimana pengaruh kenaikan suhu pada produktivitas tanaman pangan. Hal tersebut juga menjadi peluang bagi para akademisi untuk melakukan kajian di lapangan. 

“Kita juga sering bertanya-tanya, apa yang dirasakan oleh petani? Harga naik sedikit masyarakat kan komplain. Sebenarnya yang dirasakan petani itu apa? Karena bagi petani, ladang dan sawah mereka bagaikan kantor mereka,” tambahnya. 

Dosen Agronomi Unila Dr Paul Benyamin Timotiwu juga menambahkan bahwa perubahan iklim tidak hanya menjadi isu nasional tetapi juga internasional dan ada dalam SDGs. 

“Kita pengen dari masing-masing daerah itu punya satu hal yang ditonjolkan. Seperti di mesuji misalnya, di sana komoditasnya bawang merah dan sudah cocok sama dengan kondisi klimatologisnya,” ujarnya.

Selain itu, hadir pula pendamping Proklim Desa Tegalyoso, Eksas Yulianto yang menjelaskan bahwa terkadang desa yang didampingi sudah memiliki pemahaman namun ketika desa menganggarkan untuk kegiatan adaptasi perubahan iklim akan dicoret oleh petugas verifikator dan diminta untuk diganti. Hal tersebut karena kurangnya pengetahuan tentang perubahan iklim di tingkat verifikator. 

Permasalahan lain di tingkat tapak adalah pengetahuan petani mengenai perubahan iklim dan bagaimana cara meresponsnya seperti yang disampaikan oleh Gapoktan Desa Tulus Rejo, Tri Wahono. Menanggapi hal tersebut, Dr Paul memperkenalkan aplikasi AGROPED yang bisa diunduh langsung melalui Playstore.

“Aplikasi ini kami buat untuk petani. Di sini ada data iklim. Karena dia pakai map, jadi data BMKG sesuai lokasinya. Di sini ada harga petani, harga pasar dan bisa jadi referensi untuk harga jual padi. Jadi bapak ibu petani kalau mau jual gabah, lihat dulu update harganya di sini,” katanya.

Aplikasi tersebut juga di-update setiap hari dan ada fitur chat yang dapat digunakan untuk konsultasi oleh petani atau penyuluh kepada ekspert. Karena bersifat terbuka, pertanyaan yang dijawab oleh ekspert juga bisa menjadi pembelajaran bagi petani lainnya.

  • Dilihat: 540 kali

  • Didownload: 29 kali

Akses Informasi Dengan Aplikasi PPID.